Pepatah lama yang mengatakan bahwa air
adalah lawan dari api mungkin sudah tidak relevan lagi digunakan pada
zaman modern sekarang. Hal ini secara tidak sengaja ditemukan oleh
seorang peneliti dari USA yang bernama John Kanzius, 63 tahun, yang
telah berhasil menciptakan alternatif bahan bakar dari air laut. Secara
kebetulan, teknisi broadcast ini menemukan sesuatu yang menakjubkan.
Pada kondisi yang tepat, air laut dapat menyala dengan temperatur yang
luar biasa. Dengan sedikit modifikasi, tidak menutup kemungkinan di masa
depan, hal ini dapat dijadikan sebagai alternatif bahan bakar untuk
kendaraan bermotor.
Perjalanan Kanzius menjadi inspirasi yang
mengejutkan, bermula ketika dia di diagnosis menderita leukimia pada
tahun 2003. Dihadapkan dengan treatment kemoterapi yang melelahkan, dia
memilih mencoba untuk menemukan alternatif yang lebih baik dalam
menghancurkan sel-sel kanker. Kemudian muncul alat Radio Frequency
Generator (RFG), sebuah mesin yang menghasilkan gelombang radio dan
memancarkannya ke suatu area tertentu. Kanzius menggunakan RFG untuk
memanaskan pertikel metal kecil yang dimasukkan ke dalam tumor,
menghancurkan sel tumor tanpa merusak sel yang normal.
Dalam tulisannya yang berjudul
“Observations of polarised RF radiation catalysis of dissociation of
H2O-NaCl solutions”, Kanizius mengatakan bahwa, larutan garam (H2O-NaCl dengan konsentrasi 1 – 30%) akan menghasilkan gas hidrogen dan oksigen yang dapat menimbulkan nyala api, ketika dikenai gelombang radio sebesar 13,56 MHz pada suhu kamar.
Tetapi, apa hubungannya antara kanker
dengan bahan bakar air laut? Selama percobaannya dengan RFG, dia
menemukan bahwa RFG dapat menyebabkan air yang berada di sekitar test
tube mengembun. Jika RFG dapat menyebabkan air mengembun, seharusnya ini
dapat juga memisahkan garam dari air laut. Mungkin, ini dapat digunakan
untuk men-desalinitasi air laut. Sebuah peribahasa tua tentang laut,
“Air, air dimana-mana, dan tidak satu tetes pun dapat diminum”.
Beberapa negara mengalami kekeringan dan
sebagian besar rakyatnya menderita kehausan, padahal 70% bumi adalah
samudera yang notabene adalah air. Suatu metode yang efektif untuk
menghilangkan garam dari air laut dapat menyelamatkan nyawa yang tak
terhitung. Maka tidaklah heran jika Kanzius mencoba alat RFG-nya untuk
tujuan desalinitasi air laut.
Pada test pertamanya, dia melihat efek
samping yang mengejutkan. Ketika dia arahkan RFG-nya pada tabung yang
berisi air laut, air itupun seperti mendidih. Kanzius lalu melakukan
test kembali. Saat ini dengan kertas tisue yang terbakar dan
menyentuhkannya ke dalam air laut yang sedang di tembak oleh RFG. Dia
sangat terkejut, air laut dalam tabung terbakar dan tetap menyala
sementara RFG dinyalakan. Awalnya berita tentang eksperimen ini dianggap
suatu kebohongan, tapi setelah para ahli kimia dari Penn State
University melakukan percobaan ini, ternyata hal ini memang benar. RFG
dapat membakar air laut. Nyala api dapat mencapai 3000 derajat
Fahrenheit dan terbakar selama RFG dinyalakan.
Mungkin dalam benak kita timbul
pertanyaan, bagaimanakah air laut dapat terbakar? Dan kenapa jika
puntung rokok dilemparkan ke dalam laut tidak menyebabkan bumi meledak?
Ini semua berhubungan dengan Hidrogen. Dalam keadaan normal, air laut mempunyai komposisi Natrium Klorida (garam), Hidrogen, dan Oksigen
(air) yang stabil. Gelombang radio dari RFG milik Kanzius mengacaukan
kestabilan itu, memutuskan ikatan kimia yang terdapat dalam air laut.
Penggunaan radiasi elektromagnetik
lemah yang berasal dari gelombang radio RFG mendisosiasi air menjadi
hidrogen dan oksigen. Selain itu, spektral raman dari larutan garam
menunjukkan bahwa adanya perubahan struktural pada struktur air yang
terjadi sebelum dan sesudah pembakaran dilakukan. Hal ini melepaskan
molekul hidrogen yang mudah menguap (volatil), dan panas yang keluar
dari RFG memicu dan membakarnya dengan cepat. Jadi akankah di masa depan
nanti mobil atau motor memakai air laut daripada bensin? Wallahu a’lam.
Air Laut Sebagai Sumber Energi Alternatif
Sejak ditemukan oleh ilmuwan
berkebangsaan Jerman, Christian Friedrich Schönbein pada tahun 1838, sel
bahan bakar telah berkembang dan menjadi salah satu sumber energi
alternatif masa depan. Sel bahan bakar adalah alat yang menghasilkan
energi listrik secara elektrokimia. Seperti halnya sel elektrokimia, sel bahan bakar memiliki anoda dan katoda. Pada anoda terdapat bahan bakar gas hidrogen. Sedangkan pada katoda terdapat gas oksigen
yang digunakan sebagai oksidator. Hidrogen yang berasal dari anoda
diubah menjadi ion hidrogen dan elektron. Pada katoda, oksigen direduksi
dengan adanya elektron. Perbedaan potensial yang terjadi pada anoda dan
katoda inilah yang menghasilkan arus listrik.
Sel bahan bakar telah menjadi salah satu
fokus penelitian di negara- negara industri dengan kelebihan-kelebihan
yang dimiliki. Dengan meningkatnya isu pemanasan global oleh gas rumah
kaca, sel bahan bakar menawarkan energi ramah lingkungan yang tidak
mengemisi gas CO2 sebagai penyumbang utama efek rumah kaca. Efisiensi
sel bahan bakar secara teoritis dapat mencapai 100% adalah salah satu
kelebihan yang tidak dapat dimiliki oleh pembangkit listrik dengan bahan
bakar gas, minyak bumi dan batu bara yang menggunakan prinsip mesin
Carnot. Dan yang terpenting adalah sumber bahan bakar yang melimpah,
yaitu hidrogen. Dengan luas lautan mencapai dua pertiga permukaan bumi,
air laut adalah salah satu sumber hidrogen yang tak terbatas.
Berkurangnya sumber daya minyak bumi dan
tuntutan untuk mengurangi gas rumah kaca menjadikan sel bahan bakar ini
suatu solusi energi alternatif utama guna mencegah krisis energi dan
lingkungan dimasa yang akan datang.
sumber : http://fisika21.wordpress.com
sumber : http://fisika21.wordpress.com
0 komentar:
Posting Komentar